31 July 2013

Asal Usul Nama Palestina


Sejak kekalahan Israel dalam pemberontakan mereka yang ketiga melawan Kekaisaran Roma pada 135 M, tanah Israel memiliki nama alias yang kita kenal sebagai Palestina. Nama ini sudah menjadi nama yang sedemikian terkenal baik dalam sejarah umum dan Alkitab. Kaisar Roma pada saat itu, Hadrian, dengan asumsi karena kebenciannya terhadap bangsa Israel, dengan sengaja menggantikan nama wilayah tempat tinggal bangsa Israel menjadi Palestina yang dimaksud sebagai penghinaan bagi orang Israel. Hadrian mengetahui bahwa musuh Israel yang tinggal dalam wilayah yang sama adalah bangsa Filistin dan nama Palestina memiliki asal usul dari kata Filistin.
 
     Orang “Palestina” masa kini, terutama mereka yang tinggal di daerah Gaza, memegang paham di atas sebagai dasar utama bahwa mereka berhak tinggal di daerah tersebut dan mengaku bahwa mereka adalah keturunan bangsa Filistin, sama seperti pengakuan Israel yang merujuk pada sejarah Kitab Suci. Hal menarik dari pengakuan tersebut adalah fakta bahwa bangsa Filistin telah punah 3.000 tahun yang lalu dan telah berbaur dengan bangsa lain di wilayah sekitar mereka.

Ketika nama Palestina merujuk pada Israel
Dalam artikel karya David Jacobson “When Palestine Meant Israel,” (Biblical Archaeology Review, Mei/Juni 2001. Vol. 27, No. 3, hlm. 42–47), Jacobson mengangkat beberapa wawasan yang patut diperhatikan dalam pembahasan asal usul nama Palestina. Dalam artikel tersebut ia mengakui bahwa “ada kemiripan pengucapan antara kata Palaistine dan Peleshet [kata Ibrani untuk ‘tanah Filistin’].

     Lebih lanjut, ia menunjuk pada terjemahan Septuaginta (LXX). Kita menemukan sebuah transliterasi bahasa Ibrani yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani sebagai Philistieim. Jadi, pertanyaan penting yang perlu dilontarkan adalah bagaimana atau mengapa istilah Palestina menjadi referensi umum bagi tanah Israel (‘Eretz Yisrael). Jawabannya menarik untuk disimak dan memiliki implikasi yang menarik pula.

     Asal mula hal ini dapat ditemukan dalam kisah yang tercatat dalam Kejadian 32:22–32 ketika Yakub bergelut dengan “seorang laki-laki” (atau malaikat). Setelah peristiwa tersebut, Allah memberi Yakub nama baru, Israel. Dalam ayat 25 kita membaca, Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu.”

      Kita lalu membaca ayat 28, Lalu kata orang itu: ‘Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.’”

      Pada masing-masing ayat, terdapat perbedaan kata untuk menjelaskan sebuah pergumulan. Dalam ayat 25 kata gulat (Ibr. ‘abaq) hanya digunakan dalam pergulatan yang terjadi antara Yakub dan malaikat Allah. Dalam ayat 28, kata bergumul berasal dari kata sarita, yang memiliki akar dari kata sarah, yang berarti ‘berpuas diri’. Nama Israel berasal dari dua kata gabungan yaitu sarita-el, atau Yisra’el (Israel). Sekali lagi, kata Ibraninya hanya merujuk pada perjumpaan Yakub dengan si malaikat (lihat Hos. 12:4). Penekanannya adalah bergumul atau bergulat dengan Allah. 

      Dalam ayat 25, kata Yunani dalam LXX untuk “gulat” adalah epalaien. Bahasa Yunani bagi pegulat adalah palaistes. Kata ini pun erat kaitannya dengan kata Palaistine

      Setelah Jacobson melakukan observasi ini, ia berkata, “Kemiripan yang ada antara kata pegulat (palaistes) dan kata Palaistine—memiliki tujuh huruf yang sama berurutan, termasuk sebuah diftong—menjadi bukti kuat keduanya berkaitan.” Ia melanjutkan:

     Kaisar Hadrian secara resmi menggantikan nama Yudea menjadi Syria Palaestina setelah pasukannya menghancurkan Pemberontakan Bar-Kokhba (pemberontakan Yahudi kali kedua) pada 135 M. Hal ini secara umum dipandang sebagai sebuah gerakan untuk secara sengaja menghilangkan hubungan antara bangsa Yahudi dan tanah tempat tinggal mereka. Akan tetapi, para pujangga atau penyair Yahudi seperti Philo dan Josephus, sebelum pasukan Roma datang untuk mematahkan pemberontakan, menggunakan istilah Palestina bagi tanah Israel dalam karya-karya mereka dalam bahasa Yunani, dan itu berarti menggagas bahwa tafsiran sejarah di atas kurang tepat (Hadrian mengubah nama tanah Israel atas dasar benci). Hadrian mengambil nama Syria Palaestina dengan tepat bisa ditafsirkan sebagai sebuah rasionalisasi nama tersebut bagi propinsi baru dalam pemerintahan Roma, sesuai dengan wilayahnya yang jauh lebih besar ketimbang wilayah Yudea secara geografis. Syria Palaestina memiliki sejarah turun-temurun yang sudah lama erat hubungannya dengan wilayah Israel yang jauh lebih luas dari yang kita lihat kini. 

Kesimpulan
Ada dua hal yang dapat kita simpulkan. 

1. Alasan di atas tidak mendukung mitos yang sudah sedemikian banyak tersebar bahwa kata Palestina berasal dari kata Filistin. 

2. Sehubungan dengan alasan pertama, orang Arab Palestina berarti sedang mengakui bahwa mereka adalah keturunan dari Yakub dan benar-benar orang Israel, ketimbang orang Arab (ironis, karena jika Anda mengaku sebagai orang Arab, Anda pasti berasal-usul dari Arabia). Ini berarti Arab Palestina juga mitos. Lebih lagi, istilah Syria Palaestinia hampir mencakup seluruh wilayah yang sudah dijanjikan Allah kepada Abraham dan keturunannya (lihat Kej. 15:18–21).

      Sebelum 1948, Mandat Inggris semakin membingungkan dunia dengan dua sebutan Palestina–Palestina Yahudi and Palestina Arab. 

       Palestina Yahudi adalah wilayah tak seberapa ketimbang Palestina Arab di mana saat itu wilayah di dalamnya termasuk negara Yordania yang kita kenal kini. Kini kita mungkin mengenal Israeli Philharmonic Orchestra. Banyak orang masa kini tidak tahu bahwa dulu ada kelompok orkestra bernama the Palestine Symphonic Orchestra. Sama halnya, sebelum terbitnya The Jerusalem Post, ada surat kabar Palestine Post. Lebih ironis lagi, negara Siria waktu itu menolak untuk menyebut wilayah tersebut dengan kata Palestina karena terdengar “terlalu Yahudi.” 

Gerakan Palestina masa kini
Jadi, siapakah orang-orang yang mengaku sebagai orang Palestina yang acap kali kita dengar, baca, atau tonton di media? 300–400 tahun yang lalu, ketika bangsa Israel tercerai berai (diaspora) orang-orang Arab yang berasal dari Arabia menghuni daerah dan wilayah Palestina tersebut. Pada 1948, sekitar 750,000 orang Arab meninggalkan rumah mereka yang ada di Israel akibat invasi bangsa-bangsa Arab (Mesir, Siria, Yordania, Irak, dll.) setelah negara Israel menyatakan diri merdeka. Mereka meninggalkan Israel karena tiga alasan: 

1. Mereka diimbau oleh saudara-saudara Arab mereka untuk menyelamatkan diri jika para pasukan Arab datang dan menyerbu Israel.
2. Kaum Arab intelektual dan pebisnis hijrah ke Eropa and Amerika karena keyakinan peperangan ini akan merugikan mereka jika mereka bertahan;
3. Orang Arab yang bertahan dan terbukti mengancam kedaulatan Israel maupun negara Arab sekitar Israel akan diusir dari wilayah tersebut dan rumah-rumah mereka disita. 

      Orang Arab yang hijrah ke negara-negara Arab disekitar Israel ternyata diperlakukan dengan tidak manusiawi, dianggap sebagai warga kelas tiga, bahkan dicap sebagai pengungsi. Selama bertahun-tahun mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan di tengah-tengah saudara mereka sendiri. Orang Arab yang dulu tinggal di Israel begitu malang, sangat direndahkan di negara-negara Arab lainnya ketika mereka datang untuk mencari rumah yang baru. Ironisnya, mereka akan selalu dihormati oleh negara-negara Arab ketika mereka keluar dari negara-negara tersebut, menyatakan perang terhadap Israel, dan mati sebagai martir atau syahid. Mereka adalah boneka dari kepentingan negara-negara Arab atas kebencian mereka terhadap Israel.

     Istilah “Palestina” yang kita dengan masa kini mulai terdengar pada masa Perang Enam Hari pada 1967. Tiga tahun sebelum perang tersebut, Palestinian Liberation Organization (PLO) dibentuk untuk membebaskan “Palestina,” yang saat itu Israel dan Yordania termasuk dalam wilayahnya. Arafat memimpin pasukan Palestina Yordan dalam sebuah revolusi melawan pemerintahan Yordan. Saat ia kalah, ia membawa PLO-nya ke Lebanon selatan dan akhirnya pindah (atas saran negara-negara Arab) ke Israel pada 1980an.


28 February 2013

Fenomena Pemulihan Ilahi



Ketika kita memindahkan saluran televisi atau mengunjungi sebuah toko buku Kristen, kita tidak asing lagi mendengar bahwa Tuhan ingin umat-Nya menerima berkat jasmani dan rohani secara utuh. Seperti yang acap kali kita dengar, pemulihan tersedia di dalam iman bagi mereka yang percaya. Itu merupakan kabar baik! Dan senantiasa menjadi pertanyaan besar dalam benak orang mengapa begitu sedikit orang Kristen menerima pemulihan jasmani di tengah-tengah janji firman Tuhan.
 
Saya menduga banyak orang Kristen percaya konsep pemulihan ilahi bisa ditemukan dalam penebusan Kristus. Saya melandaskan pengamatan ini atas pengamatan saya ketika para pendeta berkhotbah menyinggung topik ini, atau pada sebuah forum diskusi internet, di mana tidak begitu banyak orang mempertanyakan konsep ini. Mereka yang gencar menghadirkan doktrin ini membawanya dengan sikap kepastian yang dogmatis (sungguh-sungguh).  

Keterkaitan Injil dan konsep ini merupakan satu argumen yang amat penting. Saya sendiri, seperti siapa pun Anda yang mengasihi Allah dan kebenaran-Nya, tidak mungkin bersedia menghancurkan karya Kristus dalam cara apa pun. Menghancurkan karya Kristus sama saja seperti mengambil otoritas-Nya yang sudah terjual mahal di kayu salib. Jika pemulihan jasmani kita, seperti pemulihan rohani kita, telah digenapi oleh penderitaan Kristus di atas kayu salib, pemulihan jasmani kita dapat diraih oleh iman seperti pengampunan dosa kita yang juga merupakan karya Kristus, bukan?

Saya ingin membahas tiga area penting yang perlu menjadi pertimbangan semua orang Kristen ketika memeriksa doktrin pemulihan yang terdapat di dalam penebusan.

1. Dasar alkitabiah.
2. Dasar sejarah.
3. Dasar pengalaman.

        Ketika kita hendak memeriksa doktrin apa pun, yang pertama dan utama, kita harus melihatnya secara alkitabiah. Hal ini akan menjadi landasan pembahasan kita. Kita kemudian akan memeriksa penggunaan ayat-ayat tersebut oleh bapa-bapa gereja mula-mula (sejarah). Dalam hal ini, kita akan melihat bagaimana semua hal yang bersangkutan terikat dengan pasti—antara pemulihan ilahi dan hubungannya dengan penebusan. Kemudian, kita akan memeriksa dasar-dasar pengalaman atas ajaran ini dengan menyimak dan melihat bukti-bukti banyak orang yang mengaku mendapat pemulihan ilahi dan contoh-contoh yang dapat kita saksikan di televisi. Setelah ini semua, saya akan menganalisa hal-hal yang sudah menjadi penelitian kita bersama, dan saya tutup dengan kesimpulan.

Dasar Alkitabiah
Pemulihan jasmani secara ilahi dalam penebusan telah digagas dari pernyataan-pernyataan langsung Alkitab dan tafsiran ayat-ayat yang tidak begitu jelas berbicara tentang penebusan, tetapi mengandung kesembuhan yang berasal dari iman di dalamnya. Yesaya 53:5 jelas merupakan pernyataan langsung perihal topik ini. Tidak ada orang Kristen mana pun menolak bahwa ayat tersebut merupakan sebuah nubuat yang menggambarkan kematian, penebusan, dan pemulihan. “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” Banyak orang sudah menyaksikan bahwa pemulihan jasmani secara ilahi jelas berhubungan erat dengan penebusan. Jika memang berkaitan dengan karya Kristus dalam penebusan, hal yang paling logis adalah berkat pemulihan ilahi dapat diraih dengan melakukan hal yang sama—menerimanya dengan iman. Yakobus 5:14–15 tampak semakin menegaskan hal itu, Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.” Ayat lain yang erat hubungannya dapat ditemukan dalam 1 Petrus 2:24, “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.”

Tidak bisa dipungkiri Yesus melakukan banyak mukjizat dan pemulihan. Dia mengirim para murid untuk mengabarkan Kabar Baik di mana pemulihan dan pengusiran roh jahat menyertai mereka. Pada masa para rasul, kita juga melihat karunia pemulihan melalui Petrus dan kemampuan untuk menyembuhkan disebut sebagai karunia dari Roh Kudus. Konsep tentang pemulihan jelas ada dalam Alkitab. Itu bukanlah fiksi.

Yesaya 53:5 merupakan ayat paling tegas yang acap kali terpampang jelas mengenai konsep pemulihan ilahi. Jika pemulihan secara jasmani di dalam penebusan diajarkan dalam Alkitab, jelas inilah ayatnya. Mari kita simak baik-baik hubungan yang muncul dalam ayat ini: tertikam–pemberontakan, diremukkan–kejahatan, ganjaran–keselamatan bagi kita, bilur-bilur–sembuh. Juruselamat yang akan datang harus mengalami siksaan di kayu salib untuk sebuah alasan. Di situ dikatakan Dia tertikam dan diremukkan untuk menebus dosa. Ganjaran akan mendatangkan kelesamatan bagi kita dan bilur-bilurnya mendatangkan kesembuhan. Beberapa orang menggagas bahwa kata “dan” dalam ayat ini mengarahkan kita pada sesuatu yang berbeda dari hal yang sudah ditunjukkan sebelumnya. Kita tahu untuk meraih keselamatan, kita harus ditebus terbelih dulu dari dosa. Itu adalah bagian depan dari ayat ini. Bilur-bilur Yesus akibat siksaan dipandang sebagai “tambahan” bagi pengampunan dan keselamatan. Mereka yakin bahwa hal ini berarti kesembuhan jasmani secara ilahi. 

Orang-orang yang mempertanyakan cara tafsir di atas lalu memandang pernyataan, “dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh,” sebagai kesimpulan bagi seluruh ayat. Hal ini masuk di akal oleh karena fakta ayat tersebut tidak mengaitkan bilur-bilur kepada pemulihan secara ilahi. Juga, perlu kita amati dari semua ayat yang membahas tentang penebusan Kristus dalam Alkitab, hanya dua yang menyebut soal pemulihan. Dalam buku The Atonement, R. W. Dale mencatat 150 ayat dari PB yang secara langsung membahas tentang doktrin penebusan. Hal ini tampak logis karena fokus penebusan dalam PL adalah dosa, kejahatan, dan pelanggaran, serta setiap ayat dalam PB yang merujuk pada dosa, pengampunan, dan rekonsiliasi yang dihasilkan oleh karya Kristus. Jika pemulihan jasmani secara ilahi merupakan bagian karya Tuhan dalam penebusan, mengapa hanya segelintir ayat yang mencantumkannya dalam Alkitab? Apakah sesuatu yang begitu dogmatis yang dipeluk oleh orang-orang masa kini seperti pemulihan ilahi menjadi bagian dari penebusan perlu dipertanyakan di tengah-tengah semua bukti Alkitab ini? Jika pemulihan ilahi merupakan obyek dari penebusan, bagaimana kita menjelaskan para penulis Alkitab enggan untuk menyampaikannya? Mungkin ada orang yang menyaut, “berapa kali sebuah kebenaran dalam Alkitab harus muncul untuk menyatakan kebenaran tersebut?” Tentu, jawabannya satu sudah cukup, tetapi jika ada hal yang sedemikian penting, seperti sifat utama penebusan yang dipertanyakan, Anda pasti mengharapkan paling tidak muncul dua atau tiga saksi lainnya. Kita hanya mampu menemukan dua dari seluruh Alkitab, yang mana membuat kita bertanya-tanya tentang keabsahan tafsiran orang-orang yang dipaksakan dalam Yesaya 53:5 dan 1 Petrus 2:24. 

Yesaya 53:5 dan 1 Petrus 2:24 merupakan ayat-ayat landasan yang menegaskan pemulihan ilahi termasuk di dalam penebusan. Surat Petrus merupakan referensi langsung dari Yesaya 53 dan menjadi sebuah indikator tentang pikiran Roh Kudus mengenai penerapan dari kata-kata yang ada di dalamnya. 1 Petrus 2:24 mengatakan, Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.” Perhatikan dalam ayat ini, sama halnya dalam Yesaya 53:5, ada kesamaan yang menyebutkan tentang kesembuhan, tetapi di lihat dari ayat sebelum atau sesudahnya tidak ada apa pun yang menjelaskan tentang kesembuhan secara jasmani! Hal yang dikatakan adalah ketika Yesus mati di kayu salib, ia mati untuk dosa-dosa kita, bukan untuk penyakit jasmani kita. Penebusannya adalah untuk menjadikan kita dibenarkan—bukan sehat! Petrus semakin mempertegas bahwa maksud Roh Kudus dalam Yesaya 53 adalah penebusan Kristus berfungsi untuk menanggung dosa-dosa kita (penyakit rohani), bukan penyakit jasmani. 1 Petrus 2:24 mengarahkan kita pada fakta bahwa kesembuhan ini harus membuat kita “hidup benar”. Hal inilah yang dikaitkan dengan tanggungan dosa kita oleh Dia, dan “oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” 

Ada orang-orang yang mungkin bersikeras mengatakan, “ini bukan soal dosa, tetapi kesembuhan!” Ini adalah pertanyaan yang sah dan dapat dijawab secara alkitabiah. Alkitab berbicara tentang dosa sebagai “penyakit”. Yesaya, penulis pasal 53, juga menulis pasal 1 dalam Kitab Yesaya. Dalam pasal 1, ia menunjukkan bahwa ia tidak asing dengan permasalahan dosa sebagai penyakit, satu-satunya hal yang perlu untuk disembuhkan dari kita. Pasal 1:4–6, menunjukkan Israel sebagai bangsa yang berdosa, Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk! Mereka meninggalkan TUHAN, menista Yang Mahakudus, Allah Israel, dan berpaling membelakangi Dia. Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad? Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu. Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak.” Amat jelas sang penulis menganggap dosa sebagai suatu penyakit bagi Israel (atau manusia), dan penyakit tidak membutuhkan pengampunan, tetapi membutuhkan pemulihan. Penebusan, di mana pun disampaikan, merupakan hal yang berurusan dengan dosa, baik dinyatakan sebagai menutupi dosa, menanggung dosa, atau dipulihkan dari penyakit yang dihasilkannya. Yeremia berbicara tentang dosa sebagai penyakit dalam pasal 30:12–15, “Sungguh, beginilah firman TUHAN: Penyakitmu sangat payah, lukamu tidak tersembuhkan! Tidak ada yang membela hakmu, tidak ada obat untuk bisul, kesembuhan tidak ada bagimu! Semua kekasihmu melupakan engkau, mereka tidak menanyakan engkau lagi. Sungguh, Aku telah memukul engkau dengan pukulan musuh, dengan hajaran yang bengis, karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar. Mengapakah engkau berteriak karena penyakitmu, karena kepedihanmu sangat payah? Karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar, maka Aku telah melakukan semuanya ini kepadamu.” Juga, ia menegaskannya dalam pasal 17:9, “Hati manusia tak dapat diduga, paling licik dari segala-galanya dan terlalu parah penyakitnya” (BIS). Berdosa dalam Alkitab diidentifikasi sebagai penyakit. Oleh sebab itu, mengapa kita memutarbalikkan perkataan Yesaya dan Petrus tentang pemulihan untuk membela sebuah teori yang sebenarnya tidak mampu untuk dipertahankan? 

Bagaimana dengan janji dalam Kitab Yakobus tentang pemulihan? Bukankah ini mengaitkan penebusan dengan pemulihan jasmani? Yakobus 5:14–15, Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.” Banyak perdebatan yang muncul atas ayat ini di mana pernyataan “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu” merujuk pada keselamatan dari dosa (lihat konteks) atau pemulihan ilahi. Bahkan jika ayat ini berbicara tentang pemulihan ilahi, yang mana saya juga setuju, tidak ada apa pun yang mengatakan tentang penebusan. Jadi, jika hal ini tidak merujuk pada penebusan, akan terlihat tidak jujur dan memaksakan kehendak untuk menafsirkan bahwa pemulihan ilahi berkaitan erat dengan penebusan. Dan juga, pernyataan “menyelamatkan orang sakit itu” tidak berarti bahwa doa yang lahir dari iman terjamin berkuasa dalam setiap kasus menyembuhkan penyakit. Pertanyaan lain juga muncul, doa siapa yang ayat itu maksud? Orang yang sakit, mereka yang mendoakan dia, atau kedua-duanya? Doa merupakan hal penting dalam kasus ini seperti iman. Yesus mengampuni dosa dan banyak memulihkan orang, dan ketika melakukan mukjizat tersebut, Dia sering kali menyatakan hal-hal yang berkaitan dengan iman. Dalam terang kebenaran ini, Yakobus ingin para pembaca kitabnya untuk memiliki semangat besar dan absolut akan kemampuan Allah dalam menjawab doa. Ia juga mengatakan doa yang absah selalu merupakan kehendak Allah. “Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu’” (Yak. 4:15). Menjadi asumsi salah yang besar jika kita mengira bahwa hidup dan mati berada dalam kuasa manusia. Perhatikan kata-kata Yakobus, “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup.” Hidup kita berada di tangan Tuhan, bukan dalam kehendak kita. Juga benar “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu”, jika itu merupakan kehendak Tuhan. Doa yang lahir dari iman bukanlah kata-kata gaib dan magis yang memaksa Allah untuk menjawab doa kita. 1 Yohanes 5:14–15 menyatakan ajaran ini. “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” Doa yang lahir dari iman harus berjalan sesuai kehendak Tuhan. Yesus mengajarkan murid-muridnya untuk berdoa dengan harapan-harapan yang tak terbatas (Mrk. 11:22–24, Yoh. 16:23). Yakobus menegaskan kembali sikap dan semangat yang sama ketika kita berdoa bagi mereka yang sakit.
 
Kita masuk ke ayat terakhir yang memiliki referensi tentang topik ini, Matius 8:16–17. Ayat ini tidak secara gamblang menyatakan bahwa pemulihan ilahi termasuk dalam paket penebusan Kristus, tetapi ayat ini punya keterkaitan yang erat dengan pemulihan jasmani secara ilahi ketika Yesus melayani di dunia dan berhubungan dengan ayat yang terdapat dalam Yesaya 53. Banyak orang melihat ayat ini membuktikan bahwa Yesus mati tidak saja untuk mengampuni dosa, tetapi juga menyembuhkan penyakit-penyakit kita. “Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.’” Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian kita dengan ayat-ayat di atas. Pertama, walaupun ayat ini berkaitan dengan Yesaya 53:4, Matius tidak menyatakan apa pun tentang penebusan atau kematian Kristus. Tidak ada hubungan langsung kepada penebusan Kristus dalam ayat ini. Kedua, Matius melihat pelayanan pemulihan Yesus sebagai penggenapan dari nubuat-nubuat yang disampaikan nabi Yesaya di bagian akhir dari kitabnya. Pemulihan merupakan penegasan dan bukti sah bahwa Yesus adalah Juruselamat. Tidak ada apa pun dalam ayat ini yang berkata bahwa pemulihan yang Dia lakukan akan terjadi selepas pelayanan-Nya di dunia dan juga tidak ada apa pun yang mengatakan sebaliknya (pemulihan akan terjadi selepas pelayanan-Nya di dunia). Yesus “menggenapi” firman Tuhan, titik. Kita tidak bisa memaksakan kehendak bahwa Matius punya maksud lain dari apa yang sudah ia singkapkan. Matius di sini menegaskan bahwa Yesus menggenapi semua nubuat yang perlu dilakukan seorang Juruselamat. Dalam ayat ini tidak ada penebusan, tidak ada referensi di luar dari kontek langsung tentang pemulihan jasmani yang dilakukan Yesus masa kini, dan tidak ada janji bahwa semua penyakit setelah pelayanan Yesus di dunia akan disembuhkan oleh iman.

Dasar Sejarah
John Wesley dengan baik mengatakan hal berikut, “Apa pun yang benar tentu bukanlah barang baru, dan apa pun yang baru belum tentu benar.” Pernyataan-pernyataan seperti “Merupakan kehendak Allah bahwa semua orang percaya berada dalam kesehatan yang sempurna,” atau “pemulihan jasmani ada di dalam penebusan Kristus”, merupakan hal yang mampu kita jawab, tidak hanya sesuai kebenaran Firman, tetapi juga melalui sejarah. Telah terbukti bahwa teori kesembuhan jasmani secara ilahi ada di dalam penebusan Allah tidak bisa dibuktikan secara alkitabiah, kita bisa melihat sumber di luar Alkitab untuk melihat apa mungkin kita mampu memperoleh kesimpulan yang sama.

Bapa gereja mula-mula merupakan murid-murid para rasul. Banyak dari mereka menjadi imam dan uskup setelah para rasul mati. Beberapa dari mereka merupakan murid langsung dari para rasul seperti Timotius bagi Paulus. Banyak orang tidak menyadarinya, tetapi banyak dari surat mereka tentang pendirian dan ajaran Gereja abad mula-mula masih bertahan hingga kini. Ajaran tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Apostolic Fathers. Jika ajaran tentang pemulihan ilahi termasuk dalam penebusan merupakan ajaran para rasul, kita mampu menilik ayat-ayat mana yang telah mereka pelajari (Yesaya 53, Matius 8:16–17, dan 1 Petrus 2:24) dan mengamati hubungan pemulihan ilahi dengan penebusan. Sayangnya, bagi para pengajar doktrin semacam ini, gereja mula-mula (abad pertama) melihat hal sama dengan yang diajarkan Alkitab soal penebusan. Penebusan berkaitan dengan dosa dan pengampunan dosa, dan tidak merujuk apa pun tentang pemulihan ilahi di dalam penebusan! Bahkan bagaimana mungkin, jika ini merupakan doktrin penting, para rasul, gereja mula-mula, dan bapa-bapa gereja lupa untuk menyampaikan ajaran vital ini, lalu tiba-tiba “muncul kembali” beberapa abad akhir-akhir ini? Sementara beberapa kebenaran memang mengalami reformasi dalam beberapa abad terakhir, (keselamatan oleh iman, kekudusan, iman bukan tindakan), ajaran-ajaran ini memiliki hubungan yang jelas dengan sejarah dan dapat diabsahkan oleh Alkitab dan gereja mula-mula. Ini merupakan satu masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh para pengajar “pemulihan ilahi ada dalam penebusan.” Mereka tidak punya sejarah, tidak memiliki ayat Alkitab yang mendukung mereka, dan mereka tidak punya bukti. Sejarah menolak ajaran mereka.

Jika kita menerima gerakan pemulihan ini, kita perlu bertanya “bagaimana mungkin gereja mula-mula melewatinya?” Bagaimana ajaran baru tentang pemulihan ilahi ini yang muncul 2000 tahun setelahnya mengabaikan doktrin dan sejarah Gereja? Hal ini yang patut kita tanyakan dan tidak bisa dijawab hanya dengan ala kadarnya.    

Dasar Pengalaman
Dalam kategori inilah pernyataan atau kesaksian yang besar dilontarkan. “Pengalaman” sulit untuk disangkal. Pengalaman kiranya juga tidak dikesampingkan dalam pembahasan ini, tetapi keberanan apa pun perlu dievaluasi dan diteguhkan oleh semua kategori pada tingkat tertentu. Ketika isu ini diangkat dan orang-orang selalu bersedia untuk membuktikan pengalaman, seolah-oleh pengalaman selalu mendukung ajaran mereka. Mereka bertanya, “Bagaimana dengan semua bukti ini, pernahkah engkau menghadiri ibadah pemulihan? Aku sudah pernah.” Sekali lagi, kita tidak bisa berdebat apakah mereka pernah mengalami hal yang mereka alami, tetapi pertanyaan vitalnya adalah apakah pengalaman tersebut sesuai dengan pengalaman yang ada dalam Alkitab? Kita juga harus mempertimbangkan fakta bahwa apa pun yang benar akan terjadi; apa pun yang terjadi belum tentu benar. Hanya karena sesuatu bisa terjadi, hal itu tidak menjadikannya benar. Pertanyaan penting lainnya adalah apakah pengalaman membenarkan kebenaran atau kebenaran yang membenarkan pengalaman? Sementara pengalaman menjadi bagian penting dalam perjalanan hidup kita dengan Tuhan, pengalaman tidak bisa menggantikan peran Alkitab, sejarah, dan akal sehat. Beberapa orang bahkan berani mengatakan, “Saya tidak peduli dengan Alkitab, karena saya sudah mengalaminya!” Sementara bisa terjadi pengalaman antara beberapa orang berbeda, cara yang lebih efektif dalam menentukan kebenaran itulah yang dibutuhkan. Pernyataan-pernyataan luar biasa pernah dilontarkan, tetapi itu pun harus berdasarkan bukti-bukti yang luar biasa! Kita tidak bisa secara pasif mengakui segala hal yang dibungkus dalam nama Yesus! Oleh karena banyak orang memercayainya, belum tentu itu benar. 

Bagaimana dengan orang-orang yang disembuhkan di televisi atau KKR pemulihan? Saya mengakui bahwa banyak orang mendapat pemulihan masa kini, tetapi hal itu sedikit kaitannya dengan orang tertentu menumpangkan tangannya, atau seberapa besar iman yang ia miliki. Semua pemulihan yang terjadi adalah karena kehendak Allah. Allah masih bekerja dalam kehidupan umat-Nya. Saya percaya bahwa pemulihan tidak mendapat bagian apa pun dalam penebusan Kristus dan kehendak Allah tidak senantiasa memulihkan orang. Keselamatan dari dosa dan akibat-akibat dari keterpisahan kita dari Tuhan merupakan garis besar penebusan di seluruh Alkitab, dan terdapat beberapa contoh Alkitab orang-orang yang tidak disembuhkan oleh Allah.

Kadang ada orang-orang beralasan saya tidak mampu menerima “pemulihan” dan “mukjizat” ini dikarenakan perjalanan saya dengan Tuhan masih ada yang kurang/kosong. Untuk menjawab pernyataan semacam ini, kembali saya bertanya “apa yang dikatakan Alkitab?” Apakah pengalaman kita membenarkan kebenaran atau sebaliknya?

      Kita bersyukur ada contoh Tuhan Yesus. Ketika Dia memulihkan, Dia melakukannya dalam sekejap dan menyeluruh. Ia tidak memulihkan mereka yang divonis sakit, tetapi mereka yang sudah memiliki catatan penyakit yang diketahui semua orang. Para rasul mampu memulihkan siapa pun, dalam sekejap dan menyeluruh, tanpa harus menyembuhkan setahap demi setahap (Kis. 5:12–16, 9:34). Inilah karunia menyembuhkan, apa pun yang tidak setara dengan kebenaran firman Tuhan pasti palsu. Sejauh yang dapat saya lihat, tidak ada seorang pun masa kini yang menerima karunia pemulihan ini. Dalam Alkitab, kita melihat semua orang yang disembuhkan pulih tanpa terkecuali (total), jelas yang tak kita lihat masa kini. Jika ada orang yang memilliki karunia pemulihan, izinkan mereka memulai di rumah sakit-rumah sakit dengan para penderita kanker, dihadapan semua dokter dan media. Mulailah di sana sampai rumah sakit kosong. Jika mereka tidak memulihkan seperti Yesus dan para rasul, mereka palsu. Jika pemulihan sedemikian umum seperti yang dikatakan oleh para pengajar pemulihan, tidak akan jadi masalah soal bukti, bukan? Allah mampu memulihkan di tengah-tengah show (acara) para pengajar tersebut, tetapi itu bukan karya si pengajar, itu adalah kehendak Allah dan penghormatan akan Dia dari iman orang yang mencari kesembuhan itu. Tidak ada seorang pun melakukan pemulihan ala Alkitab masa kini karena karunia tersebut tidak dimiliki oleh seorang pun. Karunia tersebut digunakan pada gereja mula-mula untuk mengabsahkan pelayanan para rasul. 

            Betapa membahayakan ketika orang “mengakui” pemulihan dan kemudian menolak bantuan medis. Sangat mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuh mereka sebelum mereka sadar dan bersedia agar dokter membantu mereka—tapi akhirnya sudah terlambat. Apakah selanjutnya kita mengatakan bahwa mereka kekurangan iman? Jadi, jika pemulihan ada di dalam dan bersama penebusan, kedua hal itu harus bisa diterima dalam kondisi sama seperti keselamatan. Alkitab mendukung bahwa perlu iman untuk menerima pemulihan. Jika kita tidak mendapatkan pemulihan, salah siapa? Jika mereka kekurangan iman untuk menerima pemulihan (yang dapat kita saksikan), bagaimana kita mampu percaya bahwa mereka memiliki iman yang cukup untuk keselamatan (yang tidak kita lihat)? Saya selalu bertanya-tanya betapa banyak orang yang sebenarnya diselamatkan seandainya doktrin ini benar?! Maksud saya adalah jika pemulihan ada di dalam penebusan, cara menerimanya sama—oleh kasih karunia iman dalam Kristus Yesus. Alkitab berkata, Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” (Ibr. 11:6). Hal ini dimaksud jika seorang tidak menerima pemulihan, mereka tidak memiliki iman yang cukup. Jika mereka tidak menerima iman ini untuk pemulihan dan keselamatan, mereka berdiri bertentangan dengan Tuhan, dan tidak punya harapan untuk selamat, karena tanpa iman mustahil kita berkenan kepada Allah. Sangat mudah untuk melihat akhir yang menyakitkan dari doktrin ini dan logika yang mereka sampaikan.

            Paulus menderita “duri dalam daging,” yang merupakan penyakit jasmani. Ia tidak disembuhkan (2. Kor. 12:7–10). Paulus menulis kepada jemaat di Galatia, “Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil kepadamu oleh karena aku sakit pada tubuhku” (Gal. 4:13). Jika pemulihan bagian dari penebusan, itu merupakan bagian dari Injil. Bagaimana mungkin Paulus layak dipercaya jika pemulihan disediakan oleh iman sebagai bagian dari penebusan sementara ia tidak disembuhkan? Paulus tidak berkata kepada Timotius untuk menerima iman, ia memberi tahu dia untuk mengambil anggur bagi perutnya, “sebab engkau sering sakit-sakit” (1. Tim. 5:23 BIS). Tampak bahwa Allah jauh lebih memperhatikan keadaan rohani kita daripada keadaan jasmani kita.

         Coba kita pikirkan hal ini. Setiap pengajar ini lambat laun akan mati seperti kita semua, kecuali pengangkatan mengambil kita terlebih dahulu. Mereka suatu hari akan melihat tubuh mereka terkena penyakit, cidera, atau kerapuhan tubuh. Fakta bahwa penyakit dan kematian memengaruhi kita semua seharusnya sudah cukup bagi siapa pun untuk bangun dari mimpi mereka dan melihat kenyataan yang ada bahwa pemulihan di dalam penebusan adalah ajaran yang sesat. Baik ini membuktikan doktrin ini penuh tipuan, atau bukti bahwa semua orang, termasuk pengajar-pengajar ini tidak memiliki iman yang cukup untuk menerima pemulihan. Jika demikian, kita perlu meninggalkan mimpi-mimpi ini, atau kita juga terjerumus untuk bertanya-tanya apakah siapa pun pernah memiliki iman yang cukup untuk pemulihan atau kesalamatan! 

Kesimpulan
Jika Allah tidak selalu berkehendak atas pemulihan, mengapa Dia mengizinkan kita untuk menderita?

Jika kita belum sadar, bukankah manusia sendiri yang mendatangkan dosa dan penderitaan?

Kita melihat penyakit, wabah, dan kematian, dan ketidaksediaan Allah untuk pemulihan, sebagai penekanan akan keberadaan kita di dunia. Semua orang yang disembuhkan di Alkitab tetap saja akhirnya mati. Allah kadang menunjukkan tangan kuasa-Nya untuk meneguhkan kehadirat-Nya, akan tetapi tempat kita menghabiskan kekekalanlah yang terpenting. Jika saya mati esok hari, tidak peduli apa pun kecuali saya sudah berada bersama Tuhan. Jika Tuhan mengizinkan saya untuk menderita semacam penyakit, itu seharusnya membuat saya senantiasa mengandalkan Dia semakin dalam, terutama dalam terang kasih dan kekekalan yang Dia sediakan. Wahyu 21:4 menjelaskan pemulihan yang sejati, “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."

Pemulihan membangun iman saya, sama halnya dengan keberanian dan kesetiaan yang saya lihat dari mereka yang mengandalkan Tuhan dengan harapan penuh akan surga tanpa penderitaan yang menimpa manusia di bumi. 

Kiranya Tuhan memberi Anda damai dan kesadaran bahwa Dialah yang berkuasa. Dialah Pemulih kita!