02 November 2012

Zionisme: Makna yang Sebenarnya



Kata “Zionisme” begitu umum masa kini dan hal itu berkat larangan penggunaan kata tersebut oleh PBB dalam kebijakan yang diadakan di General Assembly pada November 10, 1975. Oleh karena itu, muncullah kebingungan ketika kita ingin melihat sifat alami Zionisme itu sendiri dan apakah kita sebagai orang percaya perlu mendukung atau menolaknya.

Fakta yang dapat kita lihat, banyak sekali propaganda yang bangkit untuk menjelaskan Zionisme, dan mayoritas penjelasan tersebut merupakan pemutarbalikkan informasi yang tidak akurat. Bahkan telah mencapai satu titik di mana kata “anti-zionisme” menjadi istilah baru menggantikan “anti-semitisme”.

Beberapa orang bahkan memberi label Zionisme sebagai konspirasi orang Yahudi sedunia yang bertujuan untuk meruntuhkan budaya Dunia Barat agar paham komunisme merajalela. Bagi orang-orang semacam ini, Zionisme dikaitkan erat dengan komunisme. Banyak literatur telah dipublikasikan oleh kelompok-kelompok anti-Semit. Salah satu karya terkenal yang mengaitkan Zionisme dengan komunisme berjudul Protocols of the Elders of Zion. Karya itu sebenarnya merupakan karya palsu yang diracik oleh kelompok anti-Semit. Di dalamnya, karya tersebut menampilkan catatan atau “protokol” para tua-tua Yahudi untuk melancarkan dominasi global. Ternyata, karya itu adalah satu usaha yang sengaja dibuat oleh kaum pendukung Czar untuk membuat opini publik menentang laju paham komunisme di Rusia. Dari hal ini, muncullah pandangan terkenal bahwa komunisme merupakan hasil pemikiran dan konspirasi orang Yahudi. 

Dalam empat kesempatan, ketika bangsa-bangsa Arab gagal mengalahkan Israel melalui peperangan, mereka memulai sebuah kampanye propaganda untuk mengaitkan Zionisme dengan rasisme. Berkat kekuatan sumber minyak Arab untuk menghasut dan mengintimidasi bangsa-bangsa di dunia, para korban rasisme justru kini dituduh sebagai pemicu rasisme itu sendiri. PBB telah berhenti berfungsi sebagai sebuah organisasi yang mencari keadilan dan perdamaian bagi dunia. Sebaliknya, PBB menjadi alat untuk menghancurkan negara-negara yang ada di dunia. Oleh karena PBB melarang keberadaan istilah Zionisme, mereka juga telah melarang bangsa Israel untuk hidup. Mustahil untuk memisahkan Zionisme dengan Israel. Dengan pukulan telak ini, PBB mengesahkan kehancuran bangsa Israel oleh musuh-musuhnya. PBB terjebak masuk dalam perangkap Iblis yang mana, pada masa Kesusahan Besar, akan melancarkan serangan global terhadap Israel (Zak. 12:1–3; 14:1–2). Walaupun kebijakan PBB ini dihapus 17 tahun kemudian, akibat dari kerusakan yang dihasilkannya sudah sedemikian parah.

Jika Zionisme bukanlah konspirasi orang Yahudi sedunia dan bukan satu bentuk rasisme Yahudi, lalu apakah itu?

Akar kata Zionisme adalah “Zion” (Sion). Walaupun kata Sion pada dasarnya merujuk pada bukit yang diatasnya didirikan Bait Allah, kata itu akhirnya menjadi sepadan dengan nama “Yerusalem.” Zionisme hanya berkepentingan dengan Tanah Sion (Israel) dan ibu kotanya, Yerusalem.

Zionisme menggambarkan sebuah kerinduan. Sebuah ekspresi akan kerinduan besar yang dimiliki orang Yahudi baik pada masa lalu dan masa kini atas tanah kelahiran mereka. Zionisme muncul sewaktu bangsa Israel diperbudak di Mesir. Sama halnya juga muncul pada masa pembuangan di Babel. Zionisme muncul juga pada masa dispersi global orang Yahudi,—dimulai setelah penghancuran Yerusalem oleh bangsa Romawi pada 70 M. Ketika orang Yahudi mana pun mengekspresikan sebuah kerinduan untuk pulang ke tanahnya—apa pun alasannya—ia sedang mengekspresikan Zionisme. Orang Yahudi mana pun yang menatap dan mengidentifikasi dirinya dengan Tanah Perjanjian, entah sadar atau tidak; diizinkan atau tidak, adalah seorang Zionist.

Zionisme bukanlah konspirasi atau rasisme. Itu merupakan sebuah ungkapan hati yang disematkan ke dalam setiap hati orang Yahudi oleh Allah sendiri. Zionisme yang belum digenapi berarti orang-orang yang belum berhasil memasuki tanah Israel. Sebaliknya Zionisme yang digenapi adalah orang-orang yang berhasil masuk tanah Israel dan hidup di tanah tersebut.

Akan tetapi, banyak orang percaya ingin mengetahui hal ini: Apakah Zionisme itu alkitabiah? Untuk menjawab ini, semua orang percaya yang menerima Alkitab secara literal dan serius perlu mengatakan “ya.”

Perikop terkenal akan Zionisme yang ditemukan dalam Alkitab adalah Mazmur 137:1–6:

Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!

Kerinduan untuk pulang kembali ke Israel oleh orang-orang Yahudi yang dibuang ke Babel merupakan sebuah ekspresi akan Zionisme. Kata Sion digunakan dua kali sama halnya nama aliasnya, Yerusalem. Sion perlu diingat (ayat 1), serta nyanyian-nyanyiannya (ayat 3). Yerusalem tidak boleh dilupakan (ayat 5), tetapi dijadikan puncak sukacita (ayat 6). Jika dilihat, penulis mazmur ini seorang Zionist yang fanatik.

Zionist lain yang kita kenal tidak lain adalah Nabi Yesaya. Ia menulis demikian dalam Yesaya 62:1 

Oleh karena Sion aku tidak dapat berdiam diri, dan oleh karena Yerusalem aku tidak akan tinggal tenang, sampai kebenarannya bersinar seperti cahaya dan keselamatannya menyala seperti suluh.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah Zionisme tidak ada hubungan apa pun dengan konspirasi, rasisme, politik, kebencian, persaingan, dll. Zionisme adalah kerinduan terdalam orang Yahudi untuk kembali ke tanah air mereka. Anggapan lain dari kata ini keliru.

1 comment: