04 December 2012

Apakah Manusia berasal dari Kera?

Hari Minggu lalu, ketika saya, Lia (istri saya), dan Noah (anak saya) mengunjungi Ambarukmo Plaza, saya mengunjungi pameran Museum Sangiran yang terletak di lantai 2 pusat perbelanjaan tersebut. Puluhan koleksi museum dipamerkan dan saya menemukan banyak orang yang mengunjungi pameran tersebut. Satu hal yang menarik pengunjung adalah bagian silsilah evolusi manusia, karena kita dapat mengambil foto kita sebagai bagian dari evolusi manusia itu. Silsilah evolusi manusia ini juga mendapat perhatian saya.

Saya dalam foto ini termasuk jenis Homo Sapien.

Berbicara soal evolusi, ini merupakan satu ajaran yang hendak menjelaskan bagaimana manusia (atau segala isi dunia) dihadirkan di tengah-tengah dunia tanpa campur tangan figur Tuhan. Kita bisa berbincang-bincang selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun tentang ajaran evolusi, pro-kontra ajaran evolusi, dsb. Akan tetapi, pada artikel ini secara khusus, saya ingin mengomentari soal silsilah evolusi manusia seperti yang telah difoto oleh Lia di atas. Saya mengakui bahwa tampilan silsilah evolusi manusia ini begitu cantik dan mendetail. Akan tetapi, mungkin ada yang bertanya, "berdasarkan bukti apa foto-foto tentang 'leluhur' kita ini diambil?"

Penelitian dan studi fosil, gigi, dan tulang telah diadakan selama bertahun-tahun bahkan ratusan tahun. Dari studi inilah manusia dapat menyimpulkan dan akhirnya menggambarkan bagaimana satu makhluk yang sudah punah mampu dihadirkan kembali sebagai sebuah sketch atau gambar. Begitu banyak ilmuwan ingin mencari tahu asal-usul manusia berdasarkan fosil yang telah ditemukan dari hari lepas hari. Ketika sebuah fosil ditemukan, kita berharap bahwa semua tulang dan gigi masih utuh dan komplet, tetapi acap kali yang ditemukan tidak selengkap yang kita harapkan. Sebagai contoh: silsilah pertama foto di atas adalah Ramapithecus. Ternyata, satu-satunya bukti yang digunakan untuk menggambarkan Ramapithecus yang utuh dari kepala hingga kakinya adalah fosil tulang rahang.
Inspirasi gambar utuh Ramapithecus hanyalah tulang rahang.
 
Pertanyaan selanjutnya adalah, "Bagaimana kita dengan pasti mampu mengidentifikasi satu makhluk yang utuh hanya berdasarkan satu bagian tubuh yang tak seberapa?" Saya senang dengan pertanyaan ini. Satu hal yang dapat kita lihat bersama adalah adanya interpretasi yang dilakukan oleh si pelukis. Dan seperti hal lainnya, sebuah interpretasi tidak akan jauh dari keyakinan atau iman seseorang. Berbicara soal iman, terlihat jelas adanya suatu dorongan untuk meyakinkan dunia bahwa manusia berasal dari kera. Mungkinkah ada interpratasi/tafsiran lain ketika kita hendak melukis sebuah makhluk hanya berdasarkan tulang rahang? Sangat mungkin!

Selain gambar, mungkinkah fosil itu dimanipulasi sehingga tampak adanya hubungan yang erat antara kera dan manusia (atau kera menjadi manusia)? Mari kita melihat fakta-fakta berikut:
  • Sejak 1953, diakui secara universal bahwa 'manusia' Piltman sebuah tipuan. Akan tetapi, gambar tipuan Piltman terus-menerus dipertahankan dalam kurikulum pendidikan ragam negara selama lebih dari 40 tahun. Para penipu ini telah diidentifikasi dan ada 11 orang tersangka. Beberapa diantaranya adalah Charles Dawson, Pierre Teilhard  de Chardin, dan Sir Arthur Conan Doyle (pencipta Sherlock Holmes). 
  • Sebelum 1977, bukti bagi Ramapithecus hanyalah tulang rahang dan sejumlah gigi. Kita sekarang tahu bahwa fragmen yang ada telah dirancang (secara tidak akurat) oleh Louis Leakey [Allen L. Hammond, “Tales of an Elusive Ancestor,” Science 83, November 1983, hlm. 37, 43.] dan beberapa orang lain menjadi bentuk yang mirip tulang rahang manusia. [Adrienne L. Zihlman and J. Lowenstein, “False Start of the Human Parade,” Natural History, Vol. 88, August–September 1979, hlm. 86–91.] Ramapithecus ternyata hanyalah primata. [Hammond, hlm. 43.]
  • Empat puluh tahun setelah penemuan "manusia purba" Jawa, Eugene Dubois mengakui bahwa penemuan itu bukanlah manusia, tetapi lebih mirip dengan gibbon yang besar (kera). Untuk mendukung bukti baru ini, Dubois mengakui ia telah menemukan juga empat tulang paha kera lainnya di daerah yang sama ia menemukan "manusia" Jawa. ("Manusia" Jawa terdiri dari dua tulang yang ditemukan dengan jarak yang cukup jauh (11 meter): tempurung tengkorak dan femur (tulang paha). Rudolf Virchow, pathologist terkenal dari Jerman, meyakini femur yang ditemukan adalah milik kera jenis gibbon. Sepaham dengan Virchow, Dubois menciptakan teori anti-Darwinnya sendiri tentang evolusi—teori yang terlalu rumit untuk bisa dibahas di sini.
  • Tulang lengan pertama kali diakui sebagai milik Homo habilis ditemukan pada 1986. Dari gambar jelas terlihat bahwa makhluk ini jelas memiliki proporsi tubuh kera [Donald C. Johanson et al., “New Partial Skeleton of Homo Habilis from Olduvai Gorge, Tanzania,” Nature, Vol. 327, 21 May 1987, hlm. 205–209.] dan tidak boleh diklasifikasi sebagai manusia (homo). [Bernard Wood and Mark Collard, “The Human Genus,” Science, Vol. 284, 2 April 1999, hlm. 65.]
  • Jenis australopithecus, yang diperkenalkan oleh Louis dan Mary Leakey, tampat terlalu jauh dari manusia. Beberapa penelitian komputer yang mendetail menunjukkan australopithecus menunjukkan bahwa proporsi tubuh mereka tidak menunjukkan sebagai jembatan antara proporsi tubuh kera dan manusia. Penelitian lain memeriksa tulang telingan bagian dalam, digunakan untuk menjaga keseimbangan, menunjukkan kemiripan yang dekat dengan chimpanse dan gorila, sangat berbeda dengan manusia. Juga, struktur gigi juga lebih mirip chimpanse, bukan manusia. Bahkan pada 2006, ditemukan spesimen Australopithecus afarensis yang lebih lengkap—bayi berusia 3 tahun. Fitur pada makhluk itu jelas tampak seperti kera. Australopithecus bisa jadi merupakan binatang yang sudah punah. 
  • Selama 100 tahun, dunia dituntun untuk meyakini bahwa Neanderthal, Cro-magnon, manusia Heidelberg dsb. berbungkuk seperti kera. Ide cacat ini didasarkan pada fakta sejumlah fosil yang ditemukan terjangkit penyakit tulang seperti arthritis dan rakhitis. Penelitian x-ray dan dental akhir-akhir ini menyarankan Neanderthal dan sejenisnya sepenuhnya adalah manusia yang mengalami tingkat pendewasaan yang lebih pelan dan hidup jauh lebih lama daripada manusia sekarang ini. [Boyce Rensberger, “Facing the Past,” Science 81, October 1981, hlm. 49.]
Ketika kita melihat kebenaran firman Tuhan, Adam adalah manusia yang diciptakan pertama kali oleh Tuhan. Dari kisah ini sendiri, kita seharusnya mampu mengidentifikasi iman kita dan menjelaskan bagaimana manusia adalah ciptaan yang seturut gambar dan rupa Allah. Fenomena yang terjadi dari dulu sampai sekarang adalah manusia tidak mau tunduk kepada sang Pencipta. Dari paham inilah ajaran seperti teori evolusi muncul. Seperti yang sudah saya bilang, interpretasi kita ditentukan oleh iman kita. Dengan pemaparan di atas, kaum evolusi bekerja keras untuk memenangkan teori (iman mereka) sehingga seluruh dunia dapat memercayainya. Akan tetapi, manipulasi dan cara-cara tidak patut untuk ditiru menjadi kejatuhan mereka sendiri. Kiranya kita senantiasa diteguhkan bahwa Allah menciptakan kita sesuai maksud dan rencana-Nya semata. Tanpa Dia kita bukanlah apa-apa (apalagi berasal dari kera). Manusia yang ada di dunia merupakan keturunan dari Adam dan tidak ada bukti yang paling meyakinkan atas fakta ini selain Alkitab!  


No comments:

Post a Comment