Jika, seperti
yang diakui kaum pendukung ajaran evolusi, semua manusia berasal dari sumber
kehidupan kuno yang sama, bagaimana kita hanya memiliki kurang lebih 7.000
bahasa yang berbeda yang bertahan di dunia ini?
Alkitab mengajarkan Allah menciptakan segala jenis bahasa dalam kisah menara
Babel, “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga
mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing…Itulah sebabnya sampai sekarang
nama kota itu disebut Babel, karena di
situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah
mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi” (Kej. 11:7,
9). Menurut saya pribadi, jauh lebih masuk akal menerima pernyataan Alkitab
bahwa Allah yang menciptakan semua bahasa yang diucapkan manusia daripada
memercayai satu debu luar angkasa akibat ledakan besar di alam semesta yang entah bagaimana mendapatkan nyawa, memperoleh
kecerdasan, dan dengan proses evolusi yang sama menghasilkan 7.000 bahasa yang berbeda. Hal itu sama sekali tidak masuk akal.
Kaum evolusi menggagas adanya
bahasa ‘primitif’ dan kita perlu menolak itu. Semua bahasa memiliki sistem
suara, kata-kata, dan kalimat yang secara cocok mampu dikomunikasikan dalam
ruang lingkup masing-masing budaya. Hal ini justru membuktikan adanya Pencipta
segala sesuatu. Bahasa ‘primitif’ yang digagas oleh kaum evolusi acap kali diakui
memiliki struktur atau tata bahasa yang begitu rumit. Jika manusia telah
mengalami proses evolusi, sewajarnya masih ada bahasa-bahasa baru yang
bermunculan hingga hari ini; tetapi fakta mengatakan sebaliknya, satu bahasa
hilang setiap 2 minggu…
Para peneliti mengakui satu bahasa mulai punah setiap dua
minggu.
Sumber: Researchers
say a language disappears every two weeks - Los Angeles Times,
19 September, 2007
Demikian beberapa penjelasan dari
artikel ini:
Satu dari 7.000 bahasa di dunia
mulai punah setiap 14 hari, tingkat rata-rata kepunahan yang jauh melebihi
kepunahan burung, mamalia, atau tanaman.
Paling tidak 20% bahasa di dunia
berada dalam ancaman serius kepunahan ketika orang terakhir yang menggunakannya
mati, dibandingkan dengan 18% mamalia, 8% tanaman, dan 5% burung.
Kepunahan bahasa berarti adanya
pengetahuan yang hilang, kata K. David Harrison, wakil direktur the Living
Tongues Institute for Endangered Languages dan ahli bahasa di Swarthmore
College.
“Ketika kita kehilangan satu
bahasa, kita sudah kehilangan berabad-abad pemikiran manusia tentang waktu,
musim, makhluk buas di lautan, rusa, bunga, matematika, pemandangan alam,
mitos, musik, hal yang tidak diketahui dan yang ditemui setiap hari,” kata
Harrison.
Setengah dari bahasa di dunia telah punah dalam 500 tahun
terakhir dan sisanya kemungkinan besar juga akan punah dalam abad ini, lanjut
Harrison.
Banyak bahasa ternyata tidak mudah untuk diterjemahkan ke
bahasa lainnya. Sebagai contoh bahasa yang terancam punah di Siberia Selatan,
bahasa Todzhu, kata “chary” berarti “rusa kutub yang berusia dua tahun yang
sudah jinak sehingga dapat dikendarai.”
Harrison dan Direktur Living Tongues, Gregory D. S. Anderson,
telah mengidentifikasi lima “daerah rawan” di mana tingkat kepunahan cukup
tinggi.
Salah satu daerah tersebut meliputi tiga negara bagian di
Amerika yaitu Oklahoma, Texas, dan New Mexico, di mana 40 bahasa yang digunakan
orang Indian Amerika mulai terancam keberadaanya. Sebagai contoh, hanya lima
orang tua-tua dari suku Yuchi fasih menggunakan bahasa Yuchi. Bahasa yang bisa dikatakan
tidak punya kaitan apa pun dengan bahasa lainnya di dunia.
Daerah rawan paling tinggi terdapat di Australia utara, di
mana 153 bahasa yang digunakan orang Aborigin terancam punah. Hingga hari ini,
hanya dikenal tiga orang yang mampu berbahasa Magati Ke di provinsi Northern
Territory dan tiga orang yang berbahasa Yawuru. Tim peneliti ini bertemu dengan
satu orang yang berbahasa Amurdag—bahasa yang sebelumnya dinyatakan punah—dan
ia sendiri sama sekali tidak ingat bahasa yang digunakan oleh ayahnya.
Daerah rawan lain meliputi Amerika Selatan, Siberia tengah,
dan Siberia timur. Semua daerah ini memiliki kesamaan di mana mereka pernah
dijajah dan hal itu mengakibatkan bahasa lokal mengalah pada bahasa penjajah
baik secara sukarela maupun paksaan. Peta daerah rawan ini dapat dilihat di http://travel.nationalgeographic.com/travel/enduring-voices/
Bahasa Indian Amerika di Oklahoma mulai terkikis oleh bahasa
Inggris, kata Anderson. Proses yang sama sudah terjadi di pantai timur Amerika,
yang terlebih dahulu dijajah. Akhirnya, semua bahasa lokal di pantai timur
telah punah.
Para periset dari Living Tongues Institute telah mengunjungi
tempat-tempat ini dan menggunakan peralatan audio dan video untuk merekam
orang-orang terakhir yang fasih berbicara bahasa lokal yang mulai punah
tersebut. “Dalam banyak kasus, ini adalah rekaman digital pertama dan
satu-satunya dari bahasa-bahasa lokal tersebut,” kata Anderson.
Dalam jangka waktu 7 hingga 10 hari, mereka dapat merekam
informasi yang memadahi untuk mencegah kepunahan total suatu bahasa.
Fakta bahasa manusia semakin hari semakin punah dari
peradaban merupakan satu bukti teori evolusi tidak benar. Jika benar, proses di
mana manusia telah memperoleh 7.000 bahasa masih bisa bertambah hingga hari
ini. Apakah proses evolusi mulai berhenti? Menurut Alkitab, teori itu pada
awalnya tidak ada sama sekali. Mengherankan sekali bagaimana manusia terus saja
menuduh dan mencurigai ajaran Alkitab dan secara buta menerima ajaran teori
evolusi.
No comments:
Post a Comment